Pasangan calon (Paslon) kepala
daerah yang telah memenuhi syarat tersebut, telah melakukan pengundian
nomor urut peserta pemilu kepala daerah
untuk kemudian melaksanakan tahapan kampanye selama 3 bulan lebih, mulai 27
Agustus hingga 5 Desember 2015.
KPU Pusat juga telah melakukan
langkah antisipatif sebagai bentuk persiapan untuk memfalitasi kampanye bagi
pasangan salon peserta Pilkada yang telah ditetapkan.
“Di daerah sudah dilakukan
rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan bagaimana kampanye dilakukan dan di
lokasi-lokasi mana yang dapat dilakukan kampanye-kampanye tersebut,” kata
Komisioner KPU Hadar Nafis Gusmay.
Namun, kata Hadar, tidak otomatis
semua alat peraga pada kampanye Pemilukada tersedia pada 27 Agustus 2015,
sehingga akan menjadi kesulitan tersendiri bagi KPU karena harus membuat alat
peraga yang harus tersedia sesegera mungkin, sementara penetapan dan undian
nomor urut masih berlangsung.
Berdasarkan UU Nomor : 8 Tahun 2015
tentang Pilkada dan Peraturan KPU Nomor : 7 tahun 2015 tentang kampanye, alat
peraga yang boleh dipasang adalah alat peraga yang diproduksi oleh KPU dan
dipasang ditempat-tempat tertentu.
Pasal 63 UU Pilkada menyebutkan
bahwa kampanye sebagaimana dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati/Wakil
Bupati, serta Walikota/Wakil Walikota.
Jadwal pelaksanaan kampanye
ditetapkan oleh KPU Provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan
KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati, serta Walikota/Wakil
Walikota dengan memperlihatkan usul dari pasangan calon.
Pertemuan antara penyelenggara di
tingkat daerah dan peserta pilkada akan dilakukan agar KPU mendapatkan desain
untuk alat peraga kampanye untuk di cetak, menentukan letak lokasi penempatan,
dan memutuskan waktu kegiatan kampanye tingkat daerah.
“Jadi mudah-mudahan, pelan-pelan
aktivitas kampanye itu akan meningkat, tapi saya yakin diawal ini mungkin belum
kelihatan,” ucap Hadar.
Sambil menunggu pengaturan kampanye
oleh KPU, pasangan calon dapat melakukan berbagai jenis kampanye diluar
ketentuan penyelenggara, seperti “Blusukan” menyapa masyarakat, pertemuan
terbatas, kegiatan kebudayaan, dan kampanye media sosial.
Tidak hanya KPU saja yang sibuk
dalam tahapan kampanye, Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) juga turut ambil bagian dalam pengawasan kampanye Pilkada
dengan berfokus pada penayangan iklan kampanye peserta Pemilu kepala daerah di
media.
“KPI tergabung dalam gugus tugas
pengawasan penyiaran Pilkada bersama KPU dan Bawaslu,” ujar Komisioner KPI
Fajar Arifianto Isnugroho.
Pengawasan iklan kampanye oleh KPI
dilakukan dengan tujuan agar pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai
peserta pemilukada mengikuti PKPU Nomor : 7 Tahun 2015 tentang kampanye Pilkada.
Seandainya dalam proses pengawasan
pihaknya kemudian menemukan pelanggaran iklan kampanye, maka KPI akan
melaporkan temuan tersebut ke bawaslu untuk kemudian merekomendasikan
pengaturannnya kepada penyelenggara pemilukada.
“Dalam Pilkada serentak, KPI daerah
diminta untuk dapat bersinergi dengan KPU dan Bawaslu. Jangan sampai KPI
bertindak tapi Bawaslu atau KPU tidak tahu,” ujar Fajar.
Fokus pengawasan KPI terutama
menyangkut jumlah dan durasi penayangan iklan kampanye ini merujuk Pasal 34
PKPU Nomor: 7 tahun 2015.
Untuk iklan kampanye di Televisi,
setiap pasangan calon paling banyak kumulatif 10 spot dengan durasi paling lama
30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa penayangan.
Untuk radio, setiap pasangan calon
paling banyak 10 spot dengan durasi paling lama 60 detik untuk setiap stasiun
radio setiap hari selama masa penayangan iklan kampanye.
Penayangan iklan kampanye tersebut
dilaksanakan selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang 6 Desember 2015.
RENTAN
KONFLIK
Berdasarkan UU Nomor: 8 tahun 2015,
sengketa pemilihan terdiri atas dua hal, yaitu sengketa peserta penilihan dan
sengketa atara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Konflik kampanye umumnya memiliki
kaitan dengan sengketa antar peserta, seperti tentang kecurangan-kecurangan
yang dilakukan oleh pendukung antar pasangan calon selama pelaksanaan tahapan
kampanye.
“Semua tahapan pemilu sebenarnya
memiliki potensi konflik, suma ada yang kecil dan luas, yang punya kemampuan
mengganggu pemangku kepentingan,” imbuh Komisioner KPU Arief Budiman.
Menurut Arief, tahapan pilkada yang
luas dapat memunculkan potensi konflik adalah pencalonan, mulai dari
pendaftaran hingga penetapan pasangan calon, karena dalam masa tersebut konflik
menjadi aktual.
Pada awal pendaftaran pasangan
calon beberapa waktu lalu, KPU sempat mengalami permasalahan teknis karena
dalam Undang-undang Nomor: 8 tahun 2015 tentang
Pilkada tidak mengatur mengenai pencalonan bagi partai dengan dualisme
kepengurusan. Sedangkan untuk potensi konflik di tahapan kampanye dapat terjadi
apabila di daerah muncul perlakuan yang tidak adil bagi peserta Pilkada.
“Biasanya pertentangan terjadi
antara Petahana dengan yang bukan Petahana. Bagi kami kampanye selalu
dibicarakan terbuka dengan peserta pemilu, tapi tetap masih ada kecurigaan,”
kata Arief.
Kampanye dilaksanakan berdasarkan
prinsip jujur, terbuka dan dialogis sebagai wujud pendidikan politik masyarakat
yang dilaksanakan secara bertanggung jawab untuk meningkatkan partisipasi
pemilih dalam pemilihan.
Kampanye dilakukan dengan metode
dabet publik atau debat terbuka antar pasangan calon, penyebaran bahan kampanye
kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye, dan iklan di media massa.
Materi kampanye pasangan calon
wajib memuat Visi, Misi, dan Progran yang disusun berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten/Kota.
Komisioner KPU Ferry Kurnia
Rizkiyansyah mengatakan potensi pelanggaran dan kecurangan pilkada dapat
berwujud saling menyerang antar kandidat, antar pasangan calon, atau antar
pendukung. “Potensi lain yan merusak alat peraga kampanye. Sanksinya ke pidana
pemilu, itu urusan panwas dan kepolisian,” ucap Ferry.
Terkait antisipasi potensi
pelanggaran, Ferry mengatakan bahwa yang terpenting adalah koordinasi dan
kesepahaman antara tim kampanye dan pihak-pihak lain, seperti pemerintah daerah,
satpol pp, polisi dan media-media terkait.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
semua implementasi tahapan penilihan kepala daerah serentak sebagai wujud
pengejawantahan demokrasi memiliki potensi masing-masing dalam memunculkan
konflik.
Budayawan Radhar Panca Dahana
berpendapat bahwa dalam pemilihan umum sudah pasti ada konflik karena sudah
pada dasarnya demokrasi tidak dapat berlangsung aman dan damai di seluruh
dunia, karena pendekatan peradabannya sendiri memang konfliktual.
“Tidak mungkin tidak ada konflik
dalam bentuk apapun entah ‘soft’ maupun ‘hard’, manifes maupun laten,
tersembunyi atau tidak itu pasti ada konflik. Karena memang adab kontinental
adalah adab yang konfliktual,” tukasnya.
Menjelang riuh kampanye pilkada
serentak selama 100 hari lebih, peserta pemilihan diharapkan mampu menyajikan
materi kampanye yang menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945,
meningkatkan moralitas serta jati diri bangsa, dan memberikan informasi yang
benar.
Hal tersebut dilakukan sebagai
wujud pendidikan politik dan jalin komunikasi politik yang sehat antara
pasangan calaon dan masyarakat dengan dilandasi tujuan luhur, membangun budaya
politik Indonesia yang bermartabat. (*)
Oleh : Toto Sudarmongi
Oleh : Toto Sudarmongi
Post a Comment