Misi profetis mahapenting yang dibawa Muhammad SAW ialah perdamaian, kelapangan, dan toleransi. Dia berulang kali menyuruh kita menebarkan keselamatan di antara manusia. Dia juga sering mengatakan mereka yang menebar kasih di muka bumi, akan berlimpah kasih dari langit.
Oleh karena itu, di peringatan kelahiran Muhammad yang lazim disebut Maulid kemarin, kita semestinya mengenang kembali misi damai, lapang, dan toleran yang dibawanya. Bukan cuma mengenang, tapi kita mesti menerapkannya dalam kehidupan.
Apalagi, peringatan kelahiran Muhammad hanya selisih satu hari dengan peringatan kelahiran Yesus Kristus hari ini. Kita tahu, sebagaimana Muhammad, Yesus pun mengajarkan kasih. Nabi-nabi serta para pembawa agama lainnya diyakini juga mengajarkan hal serupa.
Berhimpitannya peringatan kelahiran Muhammad dan Yesus memang sebuah kebetulan penanggalan. Akan tetapi kita semestinya memberi makna lebih dalam agar ia tak menjadi kebetulan almanak belaka.
Caranya ialah dengan menjadikan misi profetis Muhammad, Yesus, dan nabi-nabi lain sebagai misi humanis kita. Kita selayaknya tak kenal lelah berupaya sekeras-kerasnya mewujudkan perdamaian, kelapangan hati, dan toleransi di antara kita.
Ini penting kita ingatkan karena kita sebagai bangsa belum mencapai taraf damai, lapang, dan toleran yang seutuh-utuhnya. Kita masih separuh hati mencita-citakan dan mewujudkan perdamaian, kelapangan, dan toleransi.
Di dalam negeri, terorisme dan kekerasan masih mengancam peringatan Natal dan Tahun Baru. Terorisme jelas berbeda secara diametral dengan ajaran damai, lapang, dan toleran.
Terorisme bukanlah kelapangan hati, melainkan pelampiasan dendam. Ia juga bukan sikap toleran, melainkan cita-cita ingin benar dan menang sendiri. Pun, terorisme mengobarkan perang sekaligus mengoyak damai.
Kita mengapresiasi aparat yang menjamin keamanan perayaan Natal dan Tahun Baru tersebut. Negara tak boleh kalah dengan segala upaya menghancurkan perdamaian, kelapangan, dan toleransi.
Di jagat politik dalam negeri, kegaduhan dan pertikaian politik yang tidak perlu masih saja terjadi. Celakanya si pembuat kegaduhan bikin gaduh karena hendak melampiaskan dendam, mau benar dan menang sendiri, dengan menepikan toleransi terhadap pandangan berbeda.
Celakanya, kegaduhan di sini seperti belum mau berhenti. Kegaduhan satu selesai, kegaduhan lain muncul. Rakyat seperti tak diberi kesempatan barang sebentar untuk menikmati kedamaian.
Hal lain yang bertentangan dengan misi profetis Muhammad dan Yesus serta misi humanis kita ialah terkoyaknya keberagaman bangsa. Masih kita jumpai kelompok-kelompok agama dan keyakinan minoritas yang tidak bisa bebas menjalankan ibadah sosial maupun ritual mereka.
Padahal, konstitusi menyebutkan negara menjamin kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Ironisnya, negara, terutama pemerintah daerah, justru memfasilitasi kelompok-kelompok tertentu untuk menekan kebebasan beragama dan beribadah kelompok-kelompok agama dan keyakinan minoritas itu.
Aksi kelompok-kelompok radikal itu jelas pelampiasan dendam, bukan kelapangan hati. Itu perasaan paling hebat dan paling benar, bukan toleransi. Aksi itu juga penebaran konflik, bukan perwujudan damai dan harmoni.
Kita sebagai bangsa, terutama para pimpinan dan elite, masih punya tugas meneladani sosok Muhammad dan Yesus. Caranya, sekali lagi, ialah dengan mentranslasikan misi profetis kedua tokoh perubahan dunia itu menjadi misi humanis kita.
Selamat memperingati Maulid dan Natal!
Post a Comment